Gue balik lagi dengan Part II dari entri gue sebelumnya " Kenapa kalian masuk HI? Expectation VS Reality". Buat kalian yang belom sempet baca part I nya kalian bisa baca di sini.
Gue nulis entri ini di tengah suasana yang sendu di temani hujan gerimis dan alunan syahdu lagu serta petikan gitar Shawn Mendes, makin - makin deh galaunya. Belom lagi kalo buka social media foto- foto yang muncul di feed pada pake toga dan bawa bunga semua tambah jlebb ga sih, saat lo juga mendambakan hari itu bakal muncul dengan segera. Ehm btw selamat berlayar ke lautan yang lebih luas buat temen - temen yang udah wisuda yak, kalian sudah melalui perjuangan yang luar biasa.
Sekarang gue mau ngelanjutin kisah gue setelah hari bersejarah, hari pertama kuliah sebagai anak HI, hari di mana wajah - wajah polos yang belom mikir jauh tentang masa depan berubah bingung dengan kerutan di dahi, hari di mana dosen gue bertanya " Kenapa kalian masuk HI"? Untuk beberapa detik kami kelihatan bingung buat ngejawabnya, sampai akhirnya dosen ini menyadari kebingungan kami dan segera ngerubah pertanyaannya jadi "Siapa yang di sini masuk HI, karna pengen jadi Diplomat?", dengan sekejap mata sebagian besar hampir semua anak tunjuk tangan (gue tunjuk tangan sambil ngebayangin gue pake formal buisness attire lengkap dengan pin garuda atau bendera merah putih di leher baju atau dada sambil tandatanganin kesepakatan dan diakriri dengan senyum sumringah dan jabat tangan sama diplomat atau representatif negara lain di tengah silaunya blitz kamera wartawan). Dosen gue langsung 'smirk' gitu mungkin dipikiran dia bilang "Lo pikir jadi Diplomat gampang, begitu lulus langsung blasss jadi bapak atau ibu dubes" terus terang gue juga ga ngerti". ( Eh tapi sekarang gue mulai ngerti ternyata Diplomat itu ga musti dubes/ duta besar/ ambassador, karena diplomat itu karirnya dan memang duta besar adalah tingkatan karir tertinggi seorang diplomat )
kurang lebih seperti ini dalam bayangan gue hehehehe |