Review Film + Belajar dari Rudy Habibie ( Habibie & Ainun 2)

Desember 22, 2016


"Manche Menschen träumen vom Erfolg. Andere sind wach und arbeiten hart daran"

(Beberapa orang hanya memimpikan keberhasilan, tapi beberapa  yang lain terbangun dan bekerja keras untuk meraih keberhasilan tersebut) 



 
Grüß Dich

Aku menuliskan salah satu quote dalam bahasa Jerman dan artinya di bagian awal tulisan, tidak lain dan tidak bukan adalah karena kali ini aku ingin me-review salah satu film terbaik Indonesia (menurutku) yang memiliki keterkaitan yang erat dengan Jerman dan isi quote itu. Rudi Habibie ( Habibie & Ainun 2) begitulah judulnya. Dari judulnya tentu kalian sudah tau benar siapakah tokoh utama yang menjadi core cerita dalam film ini.

Harus diakui ini sudah sangat ketinggalan jaman karena filmnya sendiri sudah tayang dari sejak 30 Juni 2016, kurang lebih sudah 6 bulanan lah ( heheheheh maafkan ya). Aku ga mau berdalih dan membela diri untuk itu, karena memang aku baru nonton filmnya beberapa minggu lalu, tapi setidaknya aku harus sampaikan bahwa saat film ini menghiasi bioskop di seluruh Indonesia aku dengan beberapa teman sudah memiliki plan untuk menonton tapi ga tau kenapa sampai sekarang ga kesampaian ( ini sih berdalih namanya hahahah).


Setelah menonton film ini, aku merasa perlu untuk membagikan pandanganku mengenai film ini ke khalayak selain juga sudah lama sekali aku tidak menulis di blog karena kekurangan topik, jadilah ini kombinasi yang pas. Karena ini murni pandanganku, jadi tentunya akan berbeda dengan pandangan kalian, dia atau mereka yang juga me-review film ini.


*Buat yang sudah menonton tentunya review ini ga terlalu penting untuk dibaca tapi bisa juga dibaca untuk mengingat - ingat, buat yang belum siapa tau kalian jadi buru - buru pengen nonton setelah baca review ini,karena aku tidak hanya akan sekedar me-review (jika review saja sudah ada jutaan yang melakukannya) tetapi juga menuliskan apa yang bisa dipelajari dan pesan moral apa yang ada di film ini.


Kalau kawan berkenan, bacalah sampai akhir, walau mungkin tulisan atau bahasanya agak berantakan (baku dan tidak baku, karena aku tidak mau ini terkesan kaku dan juga tidak mau terkesan easy * memang banyak maunya nih anak heheheheh) tapi pesan yang ingin aku sampaikan dan pelajaran yang aku dapat dari film ini, banyak aku tuliskan di bagian bawah. Tentunya kalian bisa langsung membaca bagian tersebut, tetapi kalian mungkin akan kurang paham (terutama bagi yang belum menonton) apa yang aku maksudkan dalam pesan tersebut. Dan juga aku menuliskan hal yang bisa dipelajari, sesuatu yang aku pertanyakan dan sesuatu yang perlu diterangkan di dalam penjelasan dengan tanda kurung ( ) dan tercetak miring yang terdapat hampir di setiap paragraf, sehingga sudah barang tentu aku sangat mengharapkan kalian berkenan membaca keseluruhan tulisan.


Film Rudi Habibie ( Habibie & Ainun 2) karya Hanung Bramantyo ini merupakan film based on true story nya Pak Habibie. Karya ini merupakan pre-sequel dari film sebelumnya Habibie & Ainun yang sangat sukses. Kalau film pertama berkisah mengenai cinta sejati Pak Habibie dan Ibu Ainun, film ini bertutur jauh sebelum Pak Habibie bertemu Ibu Ainun. Merupakan kisah perjalanan seorang Rudi muda menjadi Habibie.
 

Kisah tentang perjuangan menaklukan kehidupan perkuliahan di Jerman yang tidak mudah, kisah tentang kejeniusan - kejeniusan Rudi dan betapa cintanya Ia dengan Indonesia, maka tidak heran film ini menjadi begitu mengguggah rasa nasionalisme serta semangat untuk bisa berbuat sesuatu demi bangsa ini (terutama untuk diriku). Masih diperankan oleh aktor rupawan serba bisa Reza Rahadian sebagai Habibie, dan juga Chelsea Islan sebagai Ilona Ianovska gadis keturunan Polandia yang menetap di Jerman ada juga Ernest Prakasa, Panji Pragiwaksono, dll. Bisa di bilang 90% isi dari film ini berlatar di Jerman dan sisanya 10% lagi bercerita tentang kehidupan Rudi kecil di  Parepare - Sulawesi, juga bisa dibilang dalam film ini 45% dialognya diucapkan dalam bahasa Jerman. Menggunakan alur maju mundur, Hanung Bramantyo dengan apik mengatur jalannya cerita menjadi tidak ribet dan mudah dipahami penonton. 


Kisah berawal ketika Rudi kecil melihat  pesawat tempur Jepang yang berlalu lalang menembaki rumah - rumah di bawahnya dan menciptakan kegaduhan di desanya, sehingga warga di desa harus mengungsi. Rudi yang kala itu sedang bermain bersama adik dan teman - temannya (entah karena terpesona atau benci dengan pesawat tempur itu) tidak dengan segera melarikan diri seperti teman - temannya tetapi malah memperhatikan pesawat tersebut lebih seksama, hingga adiknya harus memanggil untuk mengajaknya lari, namun karena kerasnya efek tembakan dari pesawat itu kedua kakak - beradik ini menjadi terpental dan Rudi hampir terjatuh ke jurang (terus terang aku tidak tahu apakah bagian ini dibuat untuk mendramatisir saja atau memang merupakan pengalaman nyata Pak Habibie yang tertulis dalam buku Rudi : Kisah Masa Muda Sang Visioner-nya Mba Gina S. Noer) 


Mengapa aku merunut pada buku tersebut? dikarenakan cerita dalam film sedikit banyak mirip dengan cerita yang ada dalam buku ini, namun tidak secara jelas dikatakan bahwa film ini based on this book, tidak seperti film pertama Habibie & Ainun yang diambil dari buku yang ditulis Pak Habibie yang berjudul sama (atau mungkin film ini memang mengambil cerita dalam buku itu, dan sudah menyertaknya dalam credit, tapi aku yang kurang tau)


Jika boleh berterus terang, 4 menit awal dalam film ini, aku sedikit kurang terkesan. Efek pesawat yang dihadirkan terlihat begitu tidak nyata, akting dari tokoh Rudi kecil dan adiknya bagus tapi masih kurang menusuk kalbu terutama bahasa yang digunakan agak kaku, walaupun aku mengerti mungkin saja saat itu anak - anak di Parepare memang berbicara seperti itu, tetapi bisa aku rasakan bahasa itu merupakan bahasa scenario yang kurang dicermati saat di buat, karena ketika akhirnya pemeran melakukan dialog itu jadi kelihatan aneh dan kaku, atau mungkin saja scenarionya sudah tepat tetapi aktornya yang kurang tepat dalam menginterpretasikan atau mengimprovisasikan, entahlahh..


Di tambah lagi pada saat scene warga desa berlarian untuk menyelamatkan diri, banyak sekali dari talent yang memerankan warga desa yang tertawa padahal itu scene yang serius dalam keadaan ketakutan, berlari tunggang langgang, seharusnya raut wajah yang ditunjukkan adalah raut wajah ketakutan dan kecemasan. Sehingga tidak heran untuk 4 menit pertama dalam scene ini aku kurang terkesan, bahkan aku hampir ingin menyudahi menonton film ini di menit ke-4, tapi aku urungkan karena setelah 4 menit itu, kisah meloncat ke Jerman tepatnya di kota kecil Aachen beberapa tahun kemudian saat Rudi pertama kali menginjakkan kakinya di Jerman. Latar belakang Jerman dengan bangunan - bangunan tuanya berhasil mengurungkan niatku itu.

Cerita saat Rudi telah tiba di Jerman diawali saat Rudi sedang mencari tempat tinggal di bantu oleh seorang pastur yang bisa berbahasa Indonesia. Mencari kemana - mana tetapi tidak mudah untuk menemukan tempat tinggal, hingga akhirnya mereka mendatangani kediaman sepasang suami istri. Sang istri menolak untuk menyewakan kamar bagi Rudi, di saat bersamaan Rudi melihat sang suami sedang hectic memperbaiki pemanas ruangan mereka dari balik pintu, Rudi langsung menawarkan diri untu membantu memperbaiki, terlihat raut keraguan dari pasangan suami - istri ini awalnya, apalagi saat Rudi meminta segelas air dan nampan kepada mereka,dan juga mengambil batu di luar halaman, pasangan suami - istri ini menjadi semakin ragu bahkan ingin menghentikan Rudi ( mungkin karena mereka belum pernah melihat orang memperbaiki mesin dengan hal - hal semacam itu). Tetapi akhirnya Rudi berhasil memperbaiki alat itu dan berhasil menjelaskan mengapa pemanas itu rusak dengan sederhana.


(Luar biasa sekali Rudi, rupa - rupanya sutradara ingin memperlihatkan kejeniusan Rudi mulai dari sini. Aku suka bagian ini, rasa kagumku sebagai penonton awam mulai tumbuh saat scene ini dan merasa tak sabar melanjutkan ke scene berikutnya. Oh ya sebelum scene ini ada satu bagian lucu saat Rudi tanpa sengaja memakan sosis babi, bagian ini lucu sekali menurutku, aktingnya Reza luar biasa, bisa serius, bisa lucu, bisa ngangenin, bisa ngeselin wkwkwkwk.)


Akhirnya pasutri ini mengijinkan Rudi tinggal di bagian atas rumah mereka, dan setelah itu dimulailah drama, intrik, kekaguman dan air mataku terhadap film ini. Rudi sekolah di RWTH Aachen salah satu universitas teknik terbaik di Jerman. Disana Rudi bertemu dengan seniornya waktu kuliah di Universitas Indonesia di Bandung (yang ini aku agak kurang paham, mungkin dulu ada UI di bandung atau dulu UI ada di Bandung atau dulu emang ada UI di Bandung tapi sekarang udah ganti nama atau maksudnya Universitanya di Indonesia yang ada di Bandung) yaitu Liem diperankan oleh Ernest Prakasa, 


 Liem  mulai mengenalkan Rudi ke teman - teman Indonesia di Aachen dan mengajaknya untuk datang ke KBRI yang saat itu sedang mengadakan acara tujuannya supaya bisa ketemu sama anak2 Indonesia lain. Di sana bertambah lagi temen - temen Rudi ada Ayu si gadis Solo bersama kawan atau bisa di bilang asistennya ( lupa nama tokohnya) ada juga Bang Poltak dari Batak fans beratnya Ayu dan pemuda yang sulit membedakan warna hahahhaah ( koplak nih anak - anak), mereka itu merupakan mahasiswa ikatan dinas yang dapet beasiswa dari pemerintah karena telah berjasa atau ikut berjuang dalam memerdekakan bangsa jadi sebagai balasannya, negara memberikan beasiswa kepada mereka untuk sekolah ke luar negeri (jadi inget film Surat dari Praha yang juga salah satu film Indonesia terbaik menurutku). Anak - anak ikatan dinas ini memegang paspor bewarna biru, itu yang membedakan mereka dengan mahasiswa di luar jalur itu yang menggunakan paspor bewarna hijau. (Aku kurang tau apakah tokoh - tokoh ini adalah nyata dalam kisah Pak Habibie atau hanya tokoh rekaan buat menghidupi suasana, tapi yang jelas kehadiran mereka itu pas banget). 


Singkat cerita akhirnya mereka semua lulus ( kalau di film sih disebutnya les bahasa Jerman, tapi mungkin maksudnya adalah Studienkolleg atau STK). Kalau dalam kacamata aku Rudi lulus di tahun pertamnya mengikuti les ini,sedangkan Poltak dan Ayu dan lainya pastilah pernah gagal karena mereka lulus bersamaan di saat mereka telah lebih dulu berada di Jerman, sebut saja Liem yang sudah 3 tahun lebih senior dari Rudi, (soalnya mungkin aja ada yang bingung di bagian ini karena kenapa bisa sekelas padahal temen- temen lainnya di Jerman lebih dulu).Waktu itu Rudi menyelesaikan ujian paling dulu, meninggalkan kekaguman buat teman - temannya yang masih mengerjakan ujian. ( Sebenernya aku lupa ini duluan atau kisah lainnya, tapi initnya begitu ya) heheheh


 * Mau cerita dikit kalau ingin kuliah di Jerman biasanya student itu ikut kelas penyetaraan dulu selama 1 tahun namanya studienkolleg disana kita belajar pelajaran kayak SMA lagi yang umum kayak matematika, fisika, kimia dalam bahasa Jerman, kalau belum lulus STK belum bisa kuliah di universitas dan harus ngulang lagi STK ( dulu aku mencari tahu hal ini, karena ternyata aku baru ingat pernah punya cita - cita buat kuliah di Jerman).


Rudi lulus dan berada di urutan kedua, walaupun awalnya Ia sempat sedih karena Ia  pikir Ia tidak lulus karena tidak berhasil menemukan namanya, sedangkan teman - teman yang lain telah berhasil. Tapi setelah teman - temannya melihat ulang ternyata nama Rudi ada di bagian atas kertas pengumuman jadi mungkin karena itu, namanya kurang kelihatan ( sebenernya scene seperti ini dalam film udah biasa sih, jadi saat Rudi menangis sudah bisa ketebak dia pasti ga lihat namanya ada di atas hehehehe). Dimulailah petualangan Rudi dkk di RWTH Aachen ( pengen juga sekolah di sana) ada juga beberapa mahasiswa ikatan dinas lain yang sekolah di sana mereka di kenal sebagai Laskar Pelajar, pesan teman - temannya  kepada Rudi adalah untuk tidak sekali - kali berurusan dengan Laskar Pelajar. 


Cerita sempat kembali loncat ke saat Rudi masih kecil, tapi aku lupa tepatnya di bagian apa. intinya dia mengingat apa yang diajarkan oleh ayahnya dulu. bagaimana ayahnya menjawab pertanyaan - pertanyaan Rudi yang tidak ada habisnya tentang pesawat dan bagaimana ayah Rudi berpulang saat sedang melakukan Shalat, hingga Rudi akhirnya mengambilalih posisi sang Ayah sebagai imam Shalat ( bagian ini aku sedihh sekali)


Dalam kehidupan kampus Rudi terkenal sebagai anak yang jenius, Ia menyelesaikan masalah - masalah dalam kehidupan ilmu perteknikan yang disodorkan dosennya dengan membaca banyak buku dan melakukan langkah - langkah seperti Fact - Problem- Solution. Tidak hanya di bidang teknik, tapi di dalam keadaan lain juga Ia terapkan langkah - langkah tersebut, termasuk dalam masalah asmara (patut ditiru, sistematis tapi mengena) (Maaf mungkin bagian yang aku ceritakan di sini ada yang balik - balik urutannya, tapi bagaimanapun tentu masih bisa dipahami iya kan?). 


Konflik batin pertama setelah di Jerman yang berhasil menguraikan air mataku adalah ketika Ia belum menerima kiriman uang dari sang Ibu, ini tentu menjadi masalah bagi Rudi yang bukan mahasiswa berpaspor biru. Sebenarnya sang Ibu sudah mengirimkan uang walaupun memang keadaan Ibunya di Indonesia lagi susah tapi karena waktu itu belum ada paket kilat, atm dan sekawanannya jadi pengiriman uang menjadi lambat (waktu aku menonton wawancara Pak Habibie, dia bilang saat kuliah dia pergi ke Deutsch Bank tiap hari untuk menanyakan apa kirimannya sudah masuk atau belum, sampai - sampai petugasnya hapal). kembali ke film pada bagian ini aku benar - benar Cry a river lah, apalagi di bagian Rudi yang ingin berdoa untuk menenangkan diri saat itu tidak menemukan masjid di Aachen, akhirnya dia shalat di gereja katolik di sana. (yang bikin nangis itu kata - kata pas Rudi mau memasuki gereja ( aku lupa tepatnya seperti apa, tapi kurang lebih seperti ini)


" Tuhan.. aku yakin bangunan ini di buat oleh orang yang meyakinimu, dan aku yakin dan menyadari bahwa tuhan itu satu, maka maafkanlah aku karena aku hanya ingin memanjatkan doa di sini" (sedikit berbeda dengan apa yang pernah aku dengar dari Pak Habibie dalam salah satu talkshow tapi intinya sama kok, sama - sama menggetarkan). Aku merasa ada pesan tersirat yang mau disampaikan lewat scene ini, kalo kamu merasa sama berarti kita think alike ( apasih ga penting banget wkwkkwkw) 


Konflik selanjutnya adalah ketika Rudi berhadapan dengan Anak - anak Laskar Pelajar (selanjutnya aku sebut laper aja ya, capek nulisnya). Ceritanya di tempat makan si Rudi yang lagi ga ada uang mau ditraktir sama Liem, Hari yang berawal dengan bahagia menjadi terusik karena Rudi harus berurusan sama anak - anak Laper. Anak2 Laper yang melihat paspor Rudi warna hijau langsung mengejeknya anak orang kaya karena bukan anak beasiswa. Rudi marah dia bilang bahwa dia bukan anak orang kaya, berarti kamu bodoh ya, Rudi kembali marah dan bilang bahwa fakta dia bukan anak beasiswa bukan berarti dia bodoh ( bukan marah sih, tapi agak sedikit tersentak),  Rudi mulai diplonco oleh anak2 Laper Ia diperintahkan untuk memesankan  makanan yang berupa - rupa jenisnya. Rudi di tantang jika dia berhasil ingat semua pesanan, Rudi akan ditraktir makan selama tiga hari, tapi jika sebaliknya dia yang harus membayar makannya anak- anak Laper. (Eh ternyata dia berhasil lumayanlah ya buat biaya makan ga perlu pusing kiriman mami belum nyampe. Aku sih suka scene ini).
 

Berikutnya bagian yang menegangkan saat Rudi bersama kawan - kawanya ditugaskan untuk membentuk kelompok magang di pabrik oleh dosen mereka, di pabrik yang sama dengan anak - anak Laper. Waktu salah satu teman magang Jermannya bertanya kepada Rudi dengan bercanda kenapa orang Indonesia sepertimu bisa sangat pintar berbahsa Jerman? mungkin karena Rudi bosan harus menjawab pertanyaan yang sama karena sebelumnya ada juga diperlihatkan scene ibu - ibu yang bertanya kenapa bahasa jerman dia bisa sangat bagus, sehingga Rudi menjawab (aku yakin niatnya bercanda heheheh bukan bias sih)  bahwa ayahnya seorang kanibal dan pernah memakan orang Jerman, makanya bahasa jermannya bagus, orang Jerman itu ketawa (dia pastinya tau itu becanda, kalau tidak  dia mungkin akan marah karena Rudi bilang yang di makan oleh ayahnya adalah orang Jerman) saat orang Jerman itu kemudian bertanya ke anak - anak Laper, Hey apakah semua orang Indonesia itu kanibal? ( kurang lebih seperti itu sih, lupa) Rudi langsung kaget dia tidak sadar jika jawaban bercandanya akan ditanyakan  ke anak - anak Laper. Jadinya kena deh rudi dipukulin habis - habisan. 


Aku sangat memahami kalau anak-anak Laper adalah orang yang berjuang memerdekakan bangsa bahkan  luka tusuk dalam perjuangan masih ada, jadi wajar kalau mereka marah karena sangat mencintai bangsanya dan merasa negaranya telah diperolok. Tapi kasian Rudinya niatnya pasti bukan demikian apalagi pernyataanya tidak dimaksudkan untuk seluruh bangsa Indonesia, dan aneh rasanya bagi anak yang sangat meneladani ayahnya secara sengaja menjadikan ayahnya obyek olokan. Tetapi karena, pertanyaan yang diajukan adalah apakah semua orang Indonesia itu kanibal jadi tersulutlah amarah dan mereka mulai memukuli Rudi. (Ehm..Hebatnya kata, Ia lebih tajam daripada pedang hebat pula orang yang mudah tersulut karena ia lebih cepat daripada kecepatan cahaya hebat pula yang membelokan maksud karena Ia bisa menciptakan huru - hara wkwkwkwk, pemikiranku yang mungkin berbeda dengan kawan - kawan) Rudi-pun sangat mencintai Indonesia tapi caranya menunjukkan rasa cintanya untuk Indonesia berbeda, dia mau jadi mata air untuk Indonesia yang airnya jernih dan membuat jernih air di sekelilingnya.



Rudi tidak berlama - lama down memikirkan masalah pengeroyokan itu, Ia kembali fokus ke praktiknya di tempat magang, mengingat kembali pesan - pesan ayahnya, dia bekerja keras, membaca buku, menggambar model - model pesawat di kertas, menghitung - hitung (aku sangat mengagumi kejeniusan Pak Habibie, walaupun begitu, beliau tidak pernah mau disebut jenius, beliau hanya ingin dikenal sebagai pekerja keras yang setia, itulah mengapa aku mengutip quote berbahasa Jerman di atas, karena quote itu sangat menggambarkan kepribadian tokoh yang menjadi core cerita film yang  aku review ini dan menjadikannya pembelajaran). Akhirnya Rudi berhasil membuat model pesawat dan berhasil menerbangkannya, teman - temannya sangat kagum, anak - anak Laper agak takjub. 


Ohya salah satu bukti kejeniusan Rudi adalah Ia selalu menemukan solusi dari hal - hal sederhana yang terjadi di sekililingnya, misalkan Ia berhasil mencari tahu mengapa kapal selam bisa mengambang di kedalaman tertentu saat Ia sedang merebus sosis, sama seperti Archimedes yang berteriak Eureka saat sedang di bak mandi dan melihat permukaan air yang naik dan tumpah dan menciptakan Hukum Archimedes dari kejadian itu. Dia juga menemukan inspirasi mengapa pesawat dapat terbang dari melihat burung yang sedang terbang dan mengenai tekanan angin dibawahnya yang membantu burung terbang yang disampaikan oleh ayahnya Ia masukan dalam studinya tentang aeronautika (Yang ini aku belum cari tahu lebih lanjut sih, tapi sepertinya pernah denger begitu)



Balik ke Film, seolah tidak ada ujungnya, masalah muncul lagi, memang semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang bertiup. Masalah muncul saat Pak Dubes menyarankan para pelajar di Aachen untuk membentuk PPI ( Perhimpunan Pelajar Indonesia) Rudi mencalonkan diri jadi ketua PPI Aachen dan menjabarkan visinya. Tidak dipungkiri bahwa visi Rudi memang besar sekali, tidak hanya berkutat dalam lingkungan Aachen, tapi terbang ribuan mil jauhnya, melewati samudra ke negara bernama Indonesia ( maaf agak lebay hehehhe)  visi yang disampaiakan Rudi saat itu mengenai rencana diadakannya seminar pembangunan nasional kalau dia menjadi ketua PPI. Dia memiliki cita - cita membangun industri pesawat terbang nantinya di Indonesia, tapi untuk menyelesaikan masalah - masalah di Indonesia menurut Rudi dapat dilakukan dengan melakuakan pembangunan lebih dulu karena Indonesia telah merdeka. Sehingga dia berkeinginan membuat seminar pembangunan nasional yang mengundang semua anggota PPI di seluruh Eropa untuk membicarakan nasib bangsa dan pembangungan bangsa ( kurang dapet maknanya waktu di film,mungkin konsentrasiku masih kurang saat itu, kalau tidak salah seperti ini)


Banyak terjadi silang pendapat saat itu, banyak yang mengatakan bahwa visi Rudi tidak masuk akal, tapi akhirnya Rudi menang dan setelah kemenangan dia langsung bekerja, teman - temannya ingin bersenang - senang lebih dulu tapi Rudi langsung kerja. Anak - anak Laper menertawakan ide Rudi mengenai rencana untuk meminta pemerintah membantu membuatkan sarana ibadah bagi umat muslim, agar Ia tidak harus shalat di bawah tangga, sebenarnya ini usul Liem tapi Rudi setuju dengan usul itu ( Ini salah satu bentuk toleransi menurutku).  Proposal dikirim ke pemerintah agar bisa mendanai kegiatan seminar pembangunan nasional, tapi pemerintah tidak bersedia. Teman - teman Rudi menjadi ragu seminar bisa berjalan tapi Rudi dengan yakin mengatakan, jika pemerintah tidak bersedia mendanai, maka kita yang akan mendanai. (Semua syok, karena mencari  uang susah untuk anak beasiswa, apalagi jika mereka harus menentang pemerintah). Singkat cerita ketika mereka berhasil mencari cara, pihak pemerintah datang dan meminta nama mereka di tulis dalam seminar itu sebagai pendukung utama acara, jelas Rudi menolak, karena pemerintah tidak bersedia mendanai kegiatan tersebut namun sekarang meminta tempat. Teman - teman ikatan dinas mulai merayu Rudi agar mau menerima pemerintah, karena mereka takut beasiswanya akan cabut. 


Tapi bagi Rudi tidak ada kompromi (mungkin yang seperti ini yang beliau jalankan saat menjadi politisi,dan saat memimpin negeri. Beliau seorang teknokrat yang jujur dan sangat mencintai Indonesia dengan hati, maka tidak heran Dato Anwar Ibrahim mantan PM Malaysia bilang bahwa beliau pandai dalam urusan membuat pesawat terbang tapi sangat tidak pandai dalam urusan politik, karena beliau terlalu jujur dan semua kebijakan yang dikeluarkan berasal dari hati untuk bangsa bukan untuk kepentingan - kepentingan golongan tertentu)
 

Kawan, setelah kucermati dari awal, kenapa aku lebih banyak menceritakan isi film ini daripada memberikan review dan menuliskan bagian - bagian yang dapat menjadi pembelajaran yahh. Untuk itu kawan aku sarankan kalian menonton film ini, karena aku sangat merekomendasikannya apalagi untuk anak muda. Nah karena niat awalku adalah me-review bukan membuat sinopsis, aku akan kembali ke fitrah awal entri ini, sehingga aku akan memotong cerita - cerita dan hanya menuliskan inti beserta pandanganku terhadap film ini ( mohon dimkalumi ya). Tapi review yang kulakukan ini bukan sekedar review teknis pembuatan film tetapi juga isi dan jalan cerita, sehingga aku merasa sangat wajar jika aku menuliskan bagian - bagian yang mampu menyentuh emosiku dan bisa aku tiru dalam berkehidupan.


Kembali ke film, masalah juga datang kala teman - teman menuntut Rudi untuk berfikir mencari solusi untuk permasalahan yang dihadapi bangsa saat ini seperti permasalahan Irian Barat bukanya masalah yang masih lama, aku suka sekali saat Rudi membungkam mulut teman - teman mereka dengan menggunakan analogi tisu gulung. Bagian lain yang aku suka adalah saat Rudi berani membentak pak dubes ( membentak bukan sembarang membentak tapi juga memberikan argumen yang meyakinkan, sehingga apa yang dia katakan dapat dipertanggungjawabkan). Hal ini menjadikan pak dubes mencair dan bangga terhadap Rudi, Ia pun bersedia mengurus hal – hal lain yang menghambat berlangsungnya seminar pembangunan nasional


Bagian tersedih juga muncul saat Rudi jatuh sakit, Ia terserang TBC saat seminar pembangunan nasional akan diadakan, sehingga Ia amat bersedih bahwa apa yang menjadi Idenya, yang selalu ia pikirkan menjadi sia-sia. Sebenarnya bukan sia - sia, tapi lebih tepatnya jadi seolah - olah ide orang lain karena bukan dia sendiri yang menyampaikannya. Di situ dia amat sedih dan dalam keadaan sakit dia menulis sumpahnya untuk Indonesia. Sumpah yang sangat terkenal sekali. Tidak akan tulisakan karena aku lupa isinya hehehehe. 


Bagian Rudi dengan Ilona kekasih pertamanya ( Pak Habibie tidak pernah mau bilang Ilona adalah cinta pertamanya) entah mengapa kurang menancap di benakku. Walaupun keberadaan Ilona lumayan bisa menggoyahkan keteguhan hati Rudi sejenak, tetapi pada akhirnya Rudi tetap memilih negaranya Indonesia. Jadi kebersamaan Rudi dan Ilona di film ini kurang dalam menurutku, tetapi Ilona ini aku salut padanya karena dia adalah orang yang sangat percaya dengan cita - cita besar Rudi dan ikhlas ketika Rudi akhirnya lebih memilih indonesia daripada dirinya. (Dalam kehidupan kita, juga seharusnya ada orang - orang seperti itu, jika tidak ada, maka kita bisa menjadi seperti itu lebih dulu untuk kehidupan orang lain). Bagian saat Profesor Rudi, mengambilalih riset Rudi secara paksa, karena riset itu dibiyayai oleh pemerintah Jerman juga sangat sedih buatku.


Satu lagi bagian yang aku suka adalah saat pertemuan yang dilakukan dalam rangka membicarakan kegiatan seminar pembangunan nasional akan dibubarkan oleh anak - anak Laper dan pihak yang mengaku mewakili pemerintah, terjadi baku hantam saat itu. Ilona sempat ingin menenangkan Rudi tetapi Rudi Bilang " Ini bukan masalah negaramu, ini urusan negara saya" kalimat ini bisa jadi salah satu dialog identity di film ini sama seperti " Rangga yang kamu lakukan ke saya itu jahat" yang diucapkan cinta ke rangga di AADC2 (sangat dikenal ketika orang membicarakan dialog ini, maka kita bisa dengan langsung mengetahui dialog tersebut dari film apa karena sangat mengena)


Kehadiran Ayu sang gadis Solo juga memberikan kesegaran, walaupun kekagumannya pada Rudi tak berbalas, tapi dia adalah satu - satunya orang yang berani menampar si ketua geng Laper dan mengakhiri baku hantam yang terjadi saat pembubaran pertemuan hehehehe ( the power of woman), bagian menyentuh lainnya adalah ketika Rudi sedang dalam kebingungan memilih ikut pergi bersama Ilona atau berjuang dan nantinya kembali ke Indonesia bersedia mendengarkan nasihat dari seorang Romo yang akhirnya membawany menemukan jalan keluar (walaupun memiliki perbedaan beberapa prinsip dalam ajaran masing - masing agama, tetapi pastinya ada bagian universal yang membuatnya bisa diterima di berbagai agama walaupun penyebutan atau namanya berbeda).


Satu lagi di bagian awal film di sebutkan bahwa Ayah Rudi berasal dari Suku Bugis dan Ibunya Suku Jawa, karena pada masa itu masih bersifat kesukuuan, maka orang tua Rudi harus dipisahkan dari suku masing - masing. Berawal dari permasalahan ini Rudi besar menjadi mengedepankan sikap pluraristik. Jika Ayah berasal dari Bugis, Ibu dari Jawa maka Rudi berasal dari Indonesia


Overall, aku sangat merekomendasikan film ini, karena di samping jalan ceritanya yang bagus dan menginspirasi terlepas dari masalah 4 menit pertama ini. Ost.nya juga bagus - bagus sekali apalagi saat scene dansa dan ada banyak pesan tersirat di dalamnya. Apa saja itu :

1. Kalau ingin pintar, banyak - banyak baca buku

2. Prinsip Bhineka Tunggal Ika kental sekali di film ini, persahabatan Rudi ( keturunan Bugis dan Jawa), Liem orang tionghoa, Poltak ( Batak) dll, kadang aku berfikir bahwa ke-Indonesiaan kita akan lebih kuat saat kita berada di luar negeri. karena di LN yang selain Indonesia bukannya orang Jawa, Bali, Batak, Bugis dll, tapi Prancis, Jerman, Amerika, tetapi kalau di Indonesia kita tidak lagi menyebut yang selain Indonesia tetapi kembali seperti dulu saat kita ga berhasil mengusir penjajah karena perjuangan kita masih bersifat kedaerahan 

3. Kualitas seorang anak sangat ditentukan oleh bagaimana Ia dididik dan dibesarkan oleh orang tua dan lingkungannya ( bagaimana pesan - pesan ayah Rudi yang dijadikannya sebagai pegangan)

4. Menari di lantai dansa juga perlu 

5. Tempat ibadah dibangun oleh orang - orang yang meyakini dan mencintai-Nya, sehingga kalau kamu menyakini dan mencintai-Nya, kamu tidak akan begitu mempermasalahkan di tempat ibadah mana kamu akan berdoa karena tujuanmu murni adalah untuk memanjatkan doa kepada-Nya (Interpretasi aku demikian, tentunya kalian mungkin memiliki pandangan yang berbeda)

6. Selalu ingat pesan yang menjadikan cita - cita kita terus membara ( aku lupa menuliskan di atas, bahwa salah satu alasan mengapa Rudi membuat suatu visi yang besar dan lebih memilih Indonesia pada akhirnya adalah karena Ia mengingat pesan Bung Karno yang secara langsung disampaiakn kepadanya saat Bung Karno berkunjung ke Jerman. Pesannya kurang lebih agar Ia belajar dengan giat dan nanti membawa pulang ilmu yang telah diperoleh  ke Indonesia untuk membangun bangsa) 

7. Fact - Problem - Solution

8. Solusi bisa jadi ada di sekitar kita, saat kita melakukan hal - hal sederhana 

9. Jika Ayah berasal dari Bugis, Ibu dari Jawa maka Rudi berasal dari Indonesia

10. Apel Newton di buat di Inggris, tetapi ilmunya diterapkan di seluruh dunia (dialog Ilona dalam film)

11. Selalu ingat bahwa keberhasilanmu, bukan dihasilkan oleh dirimu semata tetapi juga ditentukan oleh orang - orang yang mendukung dan yakin terhadapmu

12. Nasionalisme harga mati 

13. Dimanapun berada jadilah mata air 


Kawan tentu kalian bisa menafsirkan sendiri makna dari beberapa pesan yang ku tulis di atas tanpa penjelasan lebih lanjut. Pesan di atas sifatnya tersurat dan tersirat. Ada yang memang diungkapkan dalam film adapula yang kutemukan dari balik – balik cerita dalam film ini.
Mungkin masih ada banyak lagi, tetapi aku lupa atau aku yang tak dapat menemukan. Aku sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton karena memang jalan ceritanya bagus, menggugah dan menginspirasi serta ada banyak hal yang bisa dipelajari dari film ini.

Sekarang aku mungkin adalah bagian dari beberapa orang yang hanya memimpikan keberhasilan, tetapi mudah - mudahan dengan banyaknya pembelajaran yang bisa kupetik dari film dan kepribadian Rudi, kelak aku bisa menjadi bagian dari beberapa orang yang terbangun dan bekerja keras untuk meraih keberhasilan tersebut.


With Love,

End Triana Gayatri











You Might Also Like

0 komentar